Di zaman sekarang, kepintaran sering kali dianggap sebagai tolok ukur kesuksesan. Orang yang cerdas dianggap memiliki peluang besar dalam hidup. Namun, Islam mengajarkan bahwa adab atau akhlak jauh lebih penting daripada sekadar kecerdasan.
Adab bukan hanya soal sopan santun. Ia mencakup perilaku, sikap, dan cara kita memperlakukan sesama. Tanpa adab, kepintaran bisa menjadi sia-sia. Bahkan, ilmu yang tinggi tidak akan berarti jika tidak disertai dengan akhlak yang baik.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad). Hadis ini menegaskan bahwa misi utama Nabi bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi memperbaiki adab dan akhlak umatnya.
Banyak orang berilmu, tetapi tidak beradab. Mereka bisa jadi pandai berbicara, tetapi lisannya menyakiti. Ada pula yang cerdas dalam berpikir, tetapi tindakannya merugikan orang lain. Kepintaran yang tidak diiringi adab bisa menjadi bumerang, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Sebaliknya, seseorang yang beradab, walaupun ilmunya belum tinggi, akan tetap dihargai oleh orang lain. Adab membuat seseorang tahu kapan harus berbicara, bagaimana bersikap, dan bagaimana menghargai sesama. Itulah mengapa, adab menjadi kunci dalam setiap hubungan sosial.
Dalam dunia pendidikan, para ulama terdahulu selalu menekankan pentingnya adab sebelum ilmu. Bahkan, banyak di antara mereka yang lebih lama belajar adab daripada mencari ilmu. Imam Malik, salah satu ulama besar, pernah berkata, “Pelajarilah adab sebelum engkau menuntut ilmu.”
Hal ini karena ilmu tanpa adab hanya akan menumbuhkan kesombongan. Orang yang merasa paling pintar cenderung merendahkan orang lain. Padahal, Islam mengajarkan untuk selalu rendah hati dan menjaga hati sesama.
Adab juga menjadi cerminan keimanan seseorang. Rasulullah ﷺ bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi). Jadi, bukan kepintaran yang membuat iman sempurna, tetapi akhlak dan adab yang mulia.
Dalam kehidupan sehari-hari, adab sangat berperan penting. Baik di keluarga, di tempat kerja, maupun di lingkungan masyarakat. Dengan adab, hubungan antar manusia menjadi lebih harmonis. Dengan adab pula, konflik bisa dihindari dan perbedaan bisa dihargai.
Adab bukan hanya untuk sesama manusia. Seorang muslim juga diajarkan untuk beradab kepada Allah ﷻ, Rasulullah ﷺ, dan bahkan kepada dirinya sendiri. Beradab kepada Allah berarti menjalankan perintah-Nya dengan ikhlas. Beradab kepada Rasulullah berarti mengikuti sunnah beliau dengan penuh cinta. Sementara beradab kepada diri sendiri berarti menjaga kehormatan dan martabat pribadi.
Kepintaran bisa diraih dengan belajar. Namun, adab harus ditanam dan dibiasakan sejak dini. Pendidikan adab seharusnya menjadi bagian utama dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Karena tanpa adab, ilmu hanya akan membawa kerusakan.
Dalam era digital seperti sekarang, adab juga diuji di dunia maya. Banyak orang pintar di media sosial, tetapi lupa menjaga adab. Mereka mudah menghina, mencela, dan menyebar fitnah. Padahal, seorang muslim harus menjaga lisannya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Akhirnya, kepintaran memang penting. Namun, tanpa adab, kepintaran tidak akan membawa berkah. Sebaliknya, adab yang baik akan membuka pintu kebaikan, bahkan ketika ilmu kita masih terbatas.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang senantiasa menjaga adab dalam setiap langkah hidup. Karena dengan adab, hidup menjadi lebih terarah, hati menjadi lebih tenang, dan hubungan dengan sesama pun menjadi lebih indah.


