Mimpi Anak-anak Palestina

Pernahkah kamu membayangkan tumbuh besar tanpa tahu arti bermain bebas? 

Begitulah hidup anak-anak di Palestina.
Setiap pagi mereka bangun bukan untuk berangkat sekolah,
tapi untuk memastikan apakah mereka masih bisa bertahan hari ini.

Mereka tidak belajar cara menggambar pelangi,
tapi belajar membedakan suara ledakan,
mana yang dekat, mana yang harus membuat mereka lari.

Mereka tidak tahu rasanya tidur nyenyak.
Tidak pernah tahu seperti apa tidur di ranjang empuk dengan selimut hangat.

Karena malam mereka adalah suara sirine,
rumah gelap, dan suara ibu yang berbisik panik sambil menahan tangis.

Banyak dari mereka sudah tak punya sekolah.
Tak punya rumah. Tak punya ayah, ibu, saudara.
Yang mereka punya hanyalah ketakutan yang tak pernah pergi, dan harapan yang perlahan mati.

Perang telah merampas bukan hanya tanah mereka, tapi juga mimpi mereka. Mimpi yang dulu sederhana, kini bahkan tidak bisa mereka ucapkan lagi. Karena apa gunanya bermimpi, jika besok pun belum tentu ada?

Kita di sini merayakan ulang tahun, menulis cita-cita,
sementara mereka… hanya ingin satu hari tanpa gelimang darah.
Satu hari saja, di mana mereka bisa bermain tanpa takut akan kehilangan siapa-siapa.

Dan dunia?
Dunia memang sesibuk itu untuk peduli.
Padahal di balik itu, ada wajah anak-anak yang ketakutan tiap saat, berlari bukan untuk bermain tapi untuk pergi mencari bantuan. Ada suara harapan yang tak pernah datang.

Hari ini, kita tidak bisa menghentikan perang.
Tapi kita bisa mengulurkan harapan.
Kita bisa katakan pada mereka:
Kami mendengar kalian. Kami peduli.

Karena sepotong roti, selembar selimut, dan satu kata: “kamu tidak sendiri” bisa menjadi cahaya kecil di tengah kehancuran.

Mari #MemberiARTI untuk anak-anak yang dipaksa dewasa sebelum waktunya. Jangan Menyerah Untuk Palestina, Semua Mimpi Itu Nyata Adanya, Dengan Memberi Jadi Lebih Berarti.

Baca selengkapnya ▾